MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) CABANG BUNGIN KAB. BEKASI
Komplek Tata Kota Jl. Tapak Serang Desa Lenggah Jaya Kec. Cabangbungin Kab. Bekasi Jawa Barat Tlp/Fax (021) 89180552 e-mail : mancbjayaterus@rocketmail.com
Jumat, 06 Mei 2011
Jumadil Akhir, Bulan Sang Sufi Berputar, BULAN YANG DIPERINGATI SEBAGAI HAULNYA SEORANG SUFI BESAR : JALALUDDIN RUMI
Ia lahir di Balkh, Afghanistan, pada 604 H atau 30 September 1207 M. Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad bin Muhammad Al-Balkhi Al-Qunuwi. Gelar “Ar-Rumi” diperoleh karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang pernah termahsyur sebagai daerah Rum (Romawi Timur).
Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husain, adalah seorang ulama besar bermazhab Hanafi, yang digelari Sulthanul Ulama. Gelar itu menimbulkan rasa iri ulama lain, hingga ia diadukan ke penguasa dengan berbagai tuduhan palsu. Bahauddin beserta keluarga, termasuk Rumi, yang baru berusia lima tahun, kemudian diusir dari Balkh dan hidup berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, sebelum akhirnya menetap di Konya, Turki.
Gembira dengan kedatangannya, Raja Konya, Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, sekaligus memimpin sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di madrasah itulah Rumi kecil berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq At-Turmudzi, sahabat ayahnya yang menggantikan memimpin perguruan.
Selain itu, Rumi juga menimba ilmu di Syam dan baru kembali ke Konya pada 634 H untuk ikut membantu mengajar pada perguruan ayahnya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, disamping sebagai guru, ia juga menjadi muballigh dan faqih terkenal.
Kehidupan Rumi berubah total ketika suatu hari ia berjumpa dengan Syamsuddin alias Syamsi Tabriz, seorang sufi pengelana. Saat itu, Rumi tengah mengajar, ketika seorang lelaki asing mengajukan pertanyaan, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?”
Mendengar pertanyaan itu, Rumi seperti terkesima dan tidak mampu menjawab. Ia, yang penasaran, kemudian berkenalan dengan orang asing yang tidak lain adalah Tabriz. Rumi kagum dengan pemahaman Tabriz, hingga tanpa sadar ia berbincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz sampai berhari-hari.
Jalaluddin Rumi mempunyai anak bernama Sultan Salad.
Putra Rumi tersebut mengisahkan, “Sungguh, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski beliau sendiri alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataan. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada tara.”
Begitu asyik Rumi belajar kesufian hingga ia lalai dengan tugas mengajarnya. Murid-muridnya pun protes dan menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut akan muncul fitnah yang membahayakan dirinya, Tabriz diam-diam meninggalkan Konya.
The Wirling Dervishes
Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, Rumi dirundung duka. Setiap hari ia hanya mengurung diri di dalam rumah. Mendengar kabar itu, Tabriz yang berada di Damaskus, segera berkirim surat dan menegur Rumi. Mendapat surat dari gurunya, gairah hidup Rumi bangkit, dan ia pun kembali mengajar.
Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan Salad, untuk menjemput Tabriz di Damaskus. Kembalinya Tabriz ke Konya membuat Rumi larut lagi dalam diskusi sufistis dan mengabaikan murid-muridnya.
Murid-murid Rumi kembali menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz, hingga sufi pengelana itu pergi lagi dengan diam-diam. Namun, kali itu ia tidak pernah ditemukan lagi meski Rumi mencarinya hingga ke Damaskus.
Kesedihan dan kerinduan Rumi dengan sang guru itulah yang mengilhami puisi-puisinya yang terkumpul dalam buku berjudul Divan-i Syams-i Tabriz atau Diwan At-Tibrizi. Sedangkan ajaran dan wejangan gurunya dikumpulkan Rumi dalam buku yang berjudul Maqalat-i Syams Tabriz.
Selang beberapa tahun, Rumi bertemu dengan seorang sufi lain, Syaikh Hisamuddin Hasan bin Muhammad, yang berhasil membangkitkannya untuk menjalani hidup sebagai sufi besar. Berbagai karya sufistis ia hasilkan dalam 15 tahun terakhir hidupnya. Diantaranya, Matsnawi, berisi 20.700 bait syair tentang ajaran tasawuf dalam bentuk apologi, fabel, legenda, dan anekdot; Ruba’iyyat, sajak sufistis berbentuk empat baris-empat baris; Fihi Ma Fihi, kumpulan prosa berisi ceramah sufistisnya; dan Maktubat, kumpulan surat-suratnya.
Bersama Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Tarekat Maulawiyah, yang di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes, para sufi yang berputar-putar. Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini dalam dzikirnya melakukan tarian berputar yang diiringi gendang dan seruling untuk mencapai ekstase.
Tahun 672, penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, mendengar tokoh panutan mereka, Rumi, sakit keras. Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendoakan untuk kesembuhannya. Dengan tenang ia (Rumi) menjawab, “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik.” Dan tepat tanggal 5 Jumadil Akhir tahun itu juga, Rumi berpulang ke rahmatullah dalam usia 68 tahun.
Sufi lain yang mempunyai ikatan dengan bulan Jumadil Akhir dan Rumi adalah Fariduddin Aththar. Ia gugur di tangan tentara Mongol yang menyerbu negerinya, Naisabur (Persia), pada 10 Jumadil Akhir 618 H. Aththar-lah yang pertama kali meramalkan bahwa Rumi kecil yang dijumpainya akan menjadi seorang sufi besar, saat keduanya berjumpa secara tak sengaja.
Aththar lahir sekitar tahun 540 H, meninggalkan banyak karya tulis yang berisi segala pengalaman sufistis yang dijumpainya sepanjang perjalanan hidupnya. Karyanya yang paling terkenal adalah kitab syair berjudul Mantiquth Thayr, perbincangan burung. Selain itu, ia juga menulis Tadzkiratul Awliya, Ilahi Nameh, Asrar Nameh, dan Mushibat Nameh.
.
Sumber: Majalah ALKISAH No. 13 Tahun V, Halaman 120-122.
Minggu, 16 Januari 2011
Ini berita dari Amerika Serikat, negara yang dikenal sangat liberal. Kota Alexandria dan Shreveport dua kota di negara bagian Louisiana, AS membuat peraturan baru: melarang remaja putra dan putri mengenakan celana melorot di bawah pinggang yang memperlihatkan (maaf) celana dalam mereka.
Peraturan itu, tulis Kantor Berita AFP Prancis pekan lalu, diterima secara bulat. Larangan ini lahir setelah warga memprotes gaya berpakaian para remaja, yang berjalan dengan celana sepinggang (melorot di bawah pinggang itu). Gaya tersebut, menurut Konselor Kota Alexandria, Louis Marshall, tidak sopan.
Louis Marshall, yang hidup dalam tradisi demokrasi, beruntung. Pelarangan itu sama sekali tidak menuai protes. Tidak ada aktivis yang menyatakan peraturan tersebut melanggar hak asasi manusia, antipluralisme, dan konservatif.
Bayangkan jika di Indonesia, negara yang baru saja menghirup udara demokrasi. Louis Marshall akan dikecam dan dianggap telah membunuh kebebasan individu untuk berkreasi. Keputusan pelarangan tersebut bahkan akan diejek sebagai 'campur tangan pemerintah terhadap hak pribadi warga negara'.
Ini yang terjadi di Indonesia. Pada Desember 2004, seratus hari pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan kegusarannya atas tayangan televisi. Melalui Menko Kesra Alwi Shihab ketika itu, Presiden yang kuat memegang norma agama dan sosial itu meminta media televisi untuk tidak mempertontonkan pusar perempuan. "Itu sangat mengganggu," kata Presiden saat itu.
Pernyataan SBY itu baru sebatas permintaan, belum menjadi keputusan. Namun, tidak terlalu lama berbagai reaksi dari kalangan aktivis perempuan bermunculan dalam diskusi-diskusi dan tulisan di media massa. Mereka antara lain menyatakan, SBY telah melanggar prinsip demokrasi, terhadap hak asasi, dan kebebasan individu berekspresi.
Mereka menentang keras pernyataan SBY itu. Menurut mereka, apabila negara dibiarkan mengatur hak pribadi warga negara, di antaranya soal pusar tadi, maka demokrasi dan kebebasan individu untuk berkreasi, pun mati. Itu pulalah yang menjadi alasan mereka menentang Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi. Apabila disahkan, maka RUAPP tersebut akan mengatur tubuh perempuan demi kepentingan politik konservatif.
Alexandria dan Shreveport, dua kota di negara bagian Louisiana, AS, telah memberlakukan keputusan, yang melarang remaja putra dan putri mengenakan celana melorot. Keputusan itu disambut baik warga, yang sejak lahir telah menghirup udara demokrasi. Tidak ada yang protes dan menyebutnya sebagai antikebebasan berekspresi, antipluralis, konservatif, dan pertanda matinya demokrasi.
Demokrasi, sistem yang memiliki berbagai kelemahan, sesungguhnya tidak mati hanya karena pelarangan celana yang melorot dan pelarangan memperlihatkan pusar. Pandangan yang berlebihan terhadap demokrasilah apalagi membenturkannya dengan nilai-nilai di masyarakat, nilai-nilai agama, dan menyebutnya sebagai konservatif yang memungkinkan sistem itu kehilangan esensinya.
Di Alexandria dan Shreveport, remaja-remaja tidak lagi mengenakan celana melorot. Mereka tidak merasa menjadi konservatif apalagi antidemokrasi. Di Indonesia, para remaja bebas membiarkan (maaf) celana dalamnya menyembul. Inilah yang disebut para aktivis sebagai kebebasan berekspresi. Dan, para aktivis itu sangat takut demokrasi mati hanya karena remaja menutup pusarnya.
Oleh: Asro Kamal Rokan
source: www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=305781&kat_id=19
Rabu, 18 November 2009
RAMALAN 2012
Penulis : MUT
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ternyata telah meneliti 'kiamat' yang diramalkan pada 2012 sejak 1975. Benarkah ramalan kiamat itu akan terjadi?
Menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN, Bambang S Tedjasukmana fenomena yang akan muncul pada sekitar tahun 2011-2012 sebenarnya bukanlah kiamat. Melainkan adalah badai Matahari. Prediksi tersebut berdasarkan pada pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di berbagai negara maju yang sudah dilakukan sejak tahun 1960-an. Dan di Indonesia telah dilakukan LAPAN sejak tahun 1975. Menurutnya, badai Matahari itu akan terjadi ketika adanya flare dan Corona Mass Ejection (CME).
Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari. Kedahsyatan ledakkan itu menyamai 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima yang telah merenggut sekitar 80.000 jiwa manusia. Sedang CME, adalah sejenis ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel-partikel berkecepatan tinggi yakni sekitar 400 km/detik. Gangguan cuaca Matahari itu ternyata dapat mempengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi. Selanjutnya, berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS), dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF). Selain itu, dapat juga membahayakan kesehatan atau kehidupan manusia, Seperti terganggunya magnet Bumi yang berdampak pada terganggunya alat pacu jantung.
Untuk mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, LAPAN telah membangun Pusat Sistem Pemantau Cuaca Antariksa Terpadu di pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LPAN Bandung. Objek yang dipantau antara lain lapisan Ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Langkah antisipasi LAPAN yang juga telah dilakukan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari muncul badai antariksa ini. Yakni Dephan, TNI, Dephub, PLN, Depkominfo dan Pemerintah Daerah. Jadi, ramalan Suku Maya yang diangkat dalam film 2012 sebaiknya tidak perlu ditanggapi serius apalagi dipercayai.
[Inilah.com :: http://inilah.com/berita] Selasa, 17 November 2009, 07:14:30 WIB
Sabtu, 14 November 2009
Fasilitas MAN Cabangbungin
Beberapa bulan yang lalu telah di tambah juga fasilitas lain, berupa laboratorium komputer. Diharapkan dengan fasilitas lab komputer ini dapat dijadikan sebagai jembatan bagi siswa-siswi MAN Cabangbungin untuk mengetahui dunia luar dan dunia maya lewat fasilitas Internet yang di sponsori oleh Telkom Speedy.
Kamis, 29 Oktober 2009
Teori Ekonomi Ali Bin Abi Tholib
Suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib berkirim surat kepada salah seorang pejabatnya yang ada di daerah. Surat tersebut berisi pesan-pesan (wasiat-wasiat) beliau yang cukup banyak, di antaranya beliau berwasiat: ''Janganlah kesukaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elite. Adapun kemarahan kaum elite dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak. Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elite ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran; paling sedikit bantuannya di masa kesulitan; paling membenci keadilan; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terima kasihnya bila diberi; paling lambat menerima alasan bila ditolak; dan paling sedikit kesabarannya bila berhadapan dengan berbagai bencana ...'' (Nahjul Balaghah: 98-99).
Pesan Khalifah Ali kepada pejabatnya tersebut, kalau kita amati benar-benar, adalah karena didasarkan pada rasa tanggung jawab yang demikian tinggi sebagai pemimpin umat (bangsa), serta didasarkan pada analisisnya terhadap kepemimpinan sebelumnya.
Tanggung jawab seorang pemimpin sungguh berat sekali, di antaranya selain dia berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan, dia juga berkewajiban membawa rakyatnya kepada kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Namun melaksanakan tanggung jawab tersebut tangannya cukup berat, di antaranya datang dari kaum elite. Mereka -- kata Ali -- adalah yang paling membebani wali negeri (para pejabat) di masa kemakmuran, dan paling sedikit bantuannya (solidaritas sosialnya) di masa kesulitan, paling benci terhadap keadilan dan paling sedikit rasa terima kasihnya.
Bila kita mencermati tentang kehancuran Orde Baru, maka salah satu sebabnya ialah akibat ulah segelintir orang (kaum elite) yang menguasai mayoritas kue ekonomi (70 persen). Mereka adalah kaum yang mendapat berbagai fasilitas dalam pembangunan sehingga mereka menjadi konglomerat.
Namun sayangnya mereka tak tahu diuntung, mereka kurang berterima kasih terhadap negara yang telah memberikan fasilitas, mereka malah semakin arogan dan sombong, serta menjadikan uang bagi segalanya. Dengan uangnya itulah mereka menciptakan KKN sebagai sarana untuk menambah dan menumpuk kekayaan.
Tindakan segelintir kaum elite itu kemudian menimbulkan ketidakpuasan dan kemarahan rakyat banyak. Ketidakpuasan dan kemarahan rakyat banyak itu mencapai puncaknya pada Mei 1998, khususnya tanggal 13-15 bulan tersebut, yang berakhir pada hancurnya pemerintahan Orde Baru. Itulah sebabnya mengapa Ali bin Abi Thalib ketika menjadi khalifah lebih mengutamakan rakyat banyak daripada segelintir kaum elite (hartawan), karena kepuasan rakyat banyak akan membawa kedamaian secara umum, sebaliknya kemarahan mereka dapat menghancurkan negara dan masyarakat. ahi (sumber : Hikmah Republika : 21 Oktober 2009